Kamis, 31 Mei 2012

Karma is a real

I don't know what my feeling supposed to be. Wait a sec, i'm wanna laugh full hahahahahahahahahahaha~ it's not enough to me bacause i feel this is a life, what a life! If you want to understand this story you should open this (i'm was fool wrote that) and then let me to tell. First, i lose my first boy in senior high school, after we had relationship since junior school, after that, we break up because his new girlfriend, emm.... exactly, she take away my boy can you imagine how broke my heart that time? hulalala~ so childish i'm. And then, they have  very very long time relationship. Began from first time senior high until..... last time I heard this news, maybe 2 years more and now..... those boy has have a new girlfriend! Hahahahaha so pity you are (first girl before) you got what i've got dude! I know what you feel right now:p Congratulations for a new couple and also gilr who has leaved! Feel the pain that i have been. Now i'm more trust with you, Karma. Becareful!




before


after

Rabu, 30 Mei 2012

Something to think about


Me: God, can I ask you some question?
God: Sure
Me: Promise u won't get mad
God: I promise
Me: Why did u let so much stuff happen to me lately?
God: What do u mean?
Me: Well, I always late to sleep and absolutely late to go to collage
God: Yes
Me: Then, I can't get concentrate on my course. I wan't to make my perents dissapoint
God: Okay
Me: In home, I feels like I'm an 'girl-room'. Who always stay at room and do all my activities just at room
God: All right
Me: And the worst, I lose my best friend. She leave me (or me?) I've no one to talk! Just you God, I miss her. Can you bring her to me back?
God: Let me see, I give you more time at the night to think all what you've done to me, to all people that day. But you won't. You just crying. I let you sleep through that
Me (humbled): Oh
GOD: I gave you brain, ability, capability, prosperity. You just to used all I give. You just do that. Don't worry about your perents. They didn't know, I'm promise
Me (ashamed): ...
God: I gave you mom, dad, bro, but you choose to be alone at your room. You're more enjoy at your social web. You forget me, you forget them. Change it!
Me (embarrassed): Ok
God: You already choose what you want. Dont regret all it. She need you and also you, but? You can see another person around you. You just sight at her,only her. So I let you see another friends can be get friend. Even it's not same than her. You must realize!
Me (softly): I see God
God: Oh and that foot massager, it had a shortage that was going to throw out all of the power in your house tonight. I didn't think you wanted to be in the dark.
Me: I'm sorry God
God: Don't be sorry, just learn to trust me.....in all things , the good & the bad.
Me: I will trust you
God: And don't doubt that my plan for your day is always better than your plan.
Me: I won't God. And let me just tell you God, thank you for everything today.
God: You're welcome :)

Beats Apart 2

With you gone, there would still be one thing I have to resolve: Her.

I am wrong, though. Seeing her alone is enough to resurrect every tiny piece of my times spent with her. Shoulder-length hair, sunburned skin, rosy fingernails. I remember why I didn’t straight break up with her in the first place upon seeing you. Both are precious in their own way, and I didn’t bother to make a choice. I avoided making choices. In the end, guilt killed me slowly, and leaving both choices seemed like the best way to keep feelings intact without any traces of betrayal (hint: it’s not). I made up reasons. I am nothing short of avaricious, and you and her have fallen victim to my sentiments. If there were a prison for infatuation offenders, then I will surely deserve a place in one.


She spills all the beans on me. How you were virtually a perfect match with him until she came along to an even more perfect match, of lack of better terms. How you broke up silently and faded away without much rigor. How, after I went out with her, she slowly became curious of me slowly resembling you, painting stuff I never cared to paint (I never even painted before) and humming to the tune of Kaputt when I never listened to Destroyer before. She was inquisitive, yet apparently I was too good at concealing my track with you and she no longer felt like prying me around.

But her guesses were right, and you indeed were dragging me around with your charm like a fruit fly for the sake of making her go through the same pains you have gone through.
Or so she says. Currently I am conditioned to trust her more than you. At least she is telling everything, unlike you. You know that you can't give up. No matter how hard it gets, this is the path you chose. And remember, those who sticks will be rewarded.


In the end, I am back to square one. To where I set foot upon the new town, free from you and her. Perhaps this is the way indeed, a warning for you to not come in contact with me again and for me to not fall for you. Again. At this point I don’t care anymore whether your every kiss was for the sake of avenging her every kiss, or whether your antipasti are but a confront to her bowls of carbonara. What happens in the past doesn’t even need to stay in the past. What happens in the past should just wither and die and forgotten.
Lesson learned. Proceed onward. Life, and work, awaits.

Senin, 28 Mei 2012

Sama Seperti Kamu

Sama seperti kamu, terkadang saya terlalu banyak menuntut. Saya tau betul pengertian dari bersyukur, tapi itupun sama seperti kamu, saya sering lupa di mana tempat seharusnya syukur diletakkan. Sama seperti kamu, kadang rasa berkecambuk dalam dada. Apa yang bisa saya lakukan? Mungkin sama seperti kamu, tidak bisa apa-apa. Ketika perasaan dengan mudah dijungkirbalikan oleh seseorang, saya jadi bimbang, sama seperti kamu jika dimainkan perasaannya. Kemudian saya menanyakan nasib kepada Tuhan, sama seperti kamu, saya ingin jawaban. Apa daya, Tuhan hanya tersenyum, sama seperti kamu. Ketika terbesit nama kamu, ketika rindu bersarang, ketika reluh ingin berteriak, apakah seperti kamu? Tidak, kamu tidak begitu. Kepada saya. 

Sabtu, 26 Mei 2012

Bahagia

Hari ini Tuhan menjawab sebagian doa ku. Sebagian kecil, tapi bermakna besar. Biar ku jelaskan, agar tak menerka bahwa aku ini si pembual atau berlebihan. Dua jam dari dua puluh empat jam hari ini sungguh aku nikmati tiada tanding. Dua jam singkat namun penuh arti, dua jam sempit tapi begitu bermakna. Di ruangan sederhana itu tak banyak yang berubah. Si merah marun kesayangan masih kokoh menyangga. Tempat favorit, tempat berbagi keluh, bergurau, berdera air mata. Celoteh nya memenuhi ruangan sederhana itu. Dua jam penuh tanpa batas aku serahkan kepada dia untuk berbagi. Kuserahkan dua jam itu untuk melepas rindu ku terhadap semua hal yang lalu. Tiap diktean kata aku rekam, sebagai pengingat kalau dua jam ini pernah ada. Dua jam yang dahulu bisa lebih dari ini. Dua jam yang dulu sering aku lewati bahkan aku sia-sia kan kini aku agungkan dan selalu aku harapkan di lamunan doa. Tuhan, engkau baik sekali....sekecil apapun berkah dari mu sering aku lupakan. Namun untuk hal ini, mengapa tak bisa untuk aku luput dari harapan? Ah biarkan, biar hidup ku berjalan seiring harapan. Tuhan ku belum mensabdakan untuk melarang berharap.

Kemudian terlintas....tidak ada bahagia yang sempurna. Atau salah? Apa kah ada bahagia yang sempurna? Kerap kali bahagia, namun selalu dibayangi oleh ketakutan. Memang hanya sugesti, tapi mempengaruhi tiap lekuk bahagia itu. Dulu sempat salah tentang mengartikan senang dan bahagia. Senang adalah suatu perasaan temporer yang hanya bisa dirasakan sementara dan mudah didapat. Sedangkan bahagia, ada hal yang bisa dikenang dan dapat menimbulkan kebahagiaan itu lagi dan juga butuh perjuangan untuk mendapatkannya. Kesenangan sering kita rasakan, namun pernah kalian jumlah kan banyakan mana dengan bahagia? Jarang. Ini bahagia, bukan lagi senang. Dulu ini mudah didapatkan kini butuh perjuangan. Dulu gampang dilupakan, ini kerap kali dikenang. Terimakasih Tuhan, kelak doa-doa ku mengantri ingin kau jawab satu persatu.

Jumat, 25 Mei 2012

Elegi

Entah mengapa aku masih enggan untuk pindah dari elegi ini. Mungkin karena aku pendengar setia nya. Mungkin juga karena cuma aku yang perduli. Bukan karena tuntutan skrip atau naskah hidup aku begini. Jika ada kitab yang bisa ku baca  tentang gambaran hidup ku, tentu aku tidak ingin begini. Namun, lagi-lagi aku terlalu mencintai elegi. Sayup-sayup aku dengar, kesana-kemari aku berusaha mencari, agar tak pernah aku luput dari serpihan anguistik. Bukan aku terlalu melankolis apalagi kalsikal, aku hanya berusaha mencari titiik nyaman dalam diding ini. Sebab, jika aku bertatap dengan lawan bicara, barangkali tidak ada yang bisa mengerti. Ada orang tidak suka diterka, karena terkaan lebih banyak mengandung kerancuan. Tapi aku sering berdusta jika orang menerka, apalagi tentang dia. Seluruh balutan nafas senada dengan dosa. Aku penuh   kepalsuan terhadapnya. Kapan lagi aku memulai kejujuran? Sampai dia sendiri yang menerka. Akan ku beberkan semua kenistaan keabu-abuan. Karena pengabu hari-hari ku, adalah dia.

Stranger


You are not a bad friend of reason. You are a best friend of excuses. 
Of which, is reflected, through every action you have taken, every step you have made, every preference you have chosen over something else. French fries over mashed potatoes. Not because they are mouthwatering, but because I never fail to make you eat mashed potatoes that I have made. She over me. Not because she makes you happier, but because I will still stay around although you keep coming and going. Just like now. 

My thoughts fled to a fragment within my photographic memory. You, me, and those empty bottles of beer on a seaside. No, there were no star in the sky; but still, we gazed to it as if they were there. There is no friendship between us; but still, we cuddle in some nights as if we have it. Day by day around you makes me lose my sanity gradually. 

“I miss you,” I said. Expecting an answer to come out of your mouth. Expecting a caress shows up. Expecting a quiet, intimate moment of tranquility. Can’t I have it? Predictably, you did not say a thing. I can never stop being a stupid damsel. “Say something…” I said again. I could feel the bitterness in my mouth. Why have I too bad for you, of all people? A friend who always disguise her excuses by saying, “I am being reasonable.” A friend who never knows what she wants. A friend who pretends to have grown up but can never make her own choices. I utterly knew it was just going to be another excuse coming from your throat.

“It was not a question,” you answered, without even looking at my eyes. I immediately wanted to leave, but again, you did not let me go. I still can feel the way you grasp my waist so tightly, leaving me with no other choice but to stay. You perfectly know that I’ll never be tired of waiting you. Even so, let me tell you, I’m fucking tired of being in pain. The pain of seeing you leaving every morning after without saying good morning but goodbye. The pain of glancing to photos of you was if I know nothing about you. The pain of smelling your scent attached to the shirts you deliberately leave under my pillow. I walked out of my door to spend a scrap of my life. No, there is no you in it. And I guess there will never be.

A bottle of iced water to keep me calm.
A poem to describe my feeling
Sunglasses to keep me away from the crowd when I want to.
I still need you, but you don't.
Because the more I grow fonder of you, the more I wish we were strangers again.
Oh wait, we already are.


M

Kamis, 24 Mei 2012

Angan

Di yang terdalam keyakinan masih ada
Percaya bahwa takdir itu baik
Kelak takdir mengembalikan apa yg telah hilang
Apa yang telah diambil
Semua pasti berbalik, pulang, kembali


Tersusun rapih setiap angan
Pasti satu persatu aku janjikan
Semoga kelak takdir mengizinkan
Akan ku ceritakan tiap teguk pahit kehilangan
Tiap kecapan manis mengenang


Katanya masih ada hidup selagi ada harapan
Biarlah ini menjadi harapan
Barangkali takdir bersenang hati mewujudkan
Terlebih, takdir mengabulkan setiap angan
Semoga bukan sekedar angan-angan

Beats Apart

I guess I just said yes.
You might still have cards up your sleeve, but my instinct overwhelms my curiosity for now. Perhaps deep inside I want you here, by my side, even for just a few weeks. Come on, who doesn’t? But I have promised myself just a few weeks ago to not breach into the romance zone with whosoever. And now, the promise had been broken. This opportunity, however, gives me time to uncover everything you still hide from me. I have got the first clues. The slight pause-and-chuckle before you said you will be here for “art business” is a sign that you were lying. If I were talking straight to your face, perhaps you will be averting your eyes to the right for about two seconds and putting your hand over your mouth before saying anything. Every piece of your behavior has always been on my watch. Nonetheless, I have promised you a place to stay. You said you will be coming in the next few days when I least expect it — alas, you are always acting beyond my expectation. Now, in the supermarket, my grocery shopping suddenly weigh more than before, as if expecting you to come and dine at any minute. Well, I can eat all of these by myself anyway, no regrets shopping more for once in a while. At home, she calls. I ignore it. She calls again. I am still not picking up. The third time she calls, I turn off the phone and browse for flight tickets. See, I got bored easily and always plan for an escape for about a week once in a few months, regardless of my schedule on that week. And most of the times it stays a plan. Thailand? Uninteresting. Greece? Political turbulence. Russia? Cold. Brazil? …too crowded? Still, wherever I go, a company would be nice. You. You would make a good company. I clean up a poster of High Fidelity that you bought at Singapore last year for me. I hated the movie, but you bought it anyway just to annoy me, and I can’t help but hang it on the wall as a memento of your cutesy ways to remind me of you. When she asked about it, I said it is my favorite flick ever. As I re-hang the poster, I notice that I have just cleaned up everything in here, as if you were going to be mad if I never take proper care of my residence. Which you always do. Am I expecting you? The air around me is full of self-denial. will you ring my bell?
I am deep in my contemplation as my stereo shuffles the least proper song for the night. Transatlanticism. I chuckle a bit, as I cannot help but sing slowly, I need you so much closer…

Satuan

Mengapa semua-semua dihitung bulanan? Gaji orang tua ku, tamu pribadi ku, masa aktif chat messager ku, bahkan umur sebuah hubungan. Haruskah? Baiklah jika begitu, kurang lebih 300 bulan ayahku menerima upah, 60 bulan tamu pribadi ku datang, 11 bulan chat messager ku aktif dan 7 bulan umur hubungan kalian. Ya.... analoginya bukankah seiring berjalannya waktu, berganti detik, menit, jam, tanggal, hari, minggu, bulan hingga tahun itu mengurangi tiap mili satuan? Ya....satuan hidup misalnya. Kita tidak hanya berulangtahun setiap pengulangan tahun bukan? Kita berganti hari itu sudah pengurangan masa hidup. Lalu bagaimana dengan sebuah hubungan? Samakah dengan hidup?

Diujung Tanduk


Ini yang aku takutkan. Mengecewakan orang tua ku. Entah harus berapa nilai buruk lagi yang bisa menyadarkan aku dari kejahiliahan ini. Harus menunggu sampai orang tua ku menangis kecewa? Jangan sampai yaa Tuhan...... Melihat muka muram mereka saja aku tak berani...apa lagi melihat mereka menangis... Tak berani aku bayangkan. Jangan sampai kejadian. Kalau begini terus.....Benar-benar diujung tanduk aku sekarang. Apa yang bisa aku berikan? Hanya menadah tangan keatas setiap awal pekan lantas memberi nominal angka-angka di atas kertas ujian seperti itu? Tak sebanding dengan nominal di nilai intrinsik uang mereka. Segera akan ku perbaiki ini ayah, mama.

Demi lingkaran senyum kalian, aku akan berusaha

Rabu, 23 Mei 2012

Lele



How to me describe those people? A woman who inspiring me, who spirit me, who become my idol lately. Introduce, oh ups she didn't need to, she is famous. She is lele, a writer. My inspiring writer. I have read her first novel, 'memorabilia' and the last, 'Sanubari Jakarta'. It was, AWESOME! First, she is too young to be that. But for her, i believe she can do anything with her telent. Second, she have a tons of ideas that inspiring me! Really I try to lele wanna be hahahah no no no, i try to be myself but, she's my mirror, my idol:) 

Tulus


Tidak Semua Harus Dibuktikan
Ratusan meter di atas permukaan tanah. 
Melihat ke bawah.
Kita punya rencana besar hari ini. 
Kita akan melompat dan membuktikan gravitasi itu ada.
Kita ragu. 
Dari atas sini, rumah-rumah seperti semut, orang-orang seperti kabut.
Kita tau ini tinggi.
Masih mau melompat?
Mengapa tak merendahkan hati untuk percaya pada apa yang sudah tertulis?
Mengapa selalu curiga ada jawaban yang lebih benar dari apa yang sudah dunia sepakati?
Mengapa selalu ingin membuktikan sendiri?
Berbalik badan, kita pulang.
Di bawah sana lebih nyaman. Rumah beratap bukan semut. Manusia bukan kabut.
Tidak semua hal harus dibuktikan.
Ada yang harus kita terima begitu saja, agar masih ada sisa waktu untuk memikirkan yang lain.

Road

Lately why I'm so excited to walk alone huh? Not uncompanion, or unlike if the seat behind me. There is a nice difference if alone. If my idol more than happy to spend time to think is straightforward when brushing her teeth, because she thought at the time that she can enjoy the rhythm of the brush and thundering foam. Another thing with me, then I'm getting freedom in any case at the time alone. I loved the part when riding my motorcycle trip. Further travels, the more pleased. No matter whether your back even yg started no friendly buttocks. I continue my trip are headed. On the road, I learned freedom. I feel so grown-up now. More than just age almost 19 years old, but rather define the meaning of freedom. Free.. now I'm free to pull my motor where ever I want. Although sometimes shackle of time to return home. Noprob. Free ... navigate which way i want . En route i found a thing not i could be anywhere . Room , the classrooms , a playground . Know what ? I can break mind now en route . My left hemisphere thinks about the direction of the road , is that right yeah think things being boomings things in the brain me. Ya, it's more than simple happy to me. Thanks God

Minggu, 20 Mei 2012

Payung Teduh



Angin Pujaan Hujan
song & lyric : Is

Datang dari mimpi semalam
Bulan bundar bermandikan sejuta cahaya
Di langit yang merah
Ranum seperti anggur
Wajahmu membuai mimpiku

Sang pujaan tak juga datang
Angin berhembus bercabang
Rinduku berbuah lara



Resah
Song : Is
Lyric : Ketjak

Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu

Aku ingin berdua denganmu
Diantara daun gugur
Aku ingin berdua denganmu
Tapi aku hanya melihat keresahanmu

Aku menunggu dengan sabar
Diatas sini melayang-layang
Tergoyang angin , menantikan tubuh itu



Cerita Tentang Gunung dan Laut
Song : Is
Lyric : Ketjak

Aku pernah berjalan disebuah bukit
Tak ada air
Tak ada rumput
Tanah terlalu kering untuk ditapaki
Panas selalu menghantam kaki dan kepalaku

Aku pernah berjalan diatas laut
Tak ada tanah
Tak ada batu
Air selalu merayu
Menggodaku masuk ke dalam pelukannya

Tak perlu tertawa atau menangis
Pada gunung dan laut
Karena gunung dan laut
Tak punya rasa

Aku tak pernah melihat gunung menangis
Biarpun matahari membakar tubuhnya
Aku tak pernah melihat laut tertawa
Biarpun kesejukkan bersama tariannya



Berdua Saja
Song & Lyric : Is

Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata
Ketika kita berdua
Hanya aku yang bisa bertanya
Mungkinkah kau tahu jawabnya

Malam jadi saksinya
Kita berdua diantara kata
Yang tak terucap
Berharap waktu membawa keberanian
Untuk datang membawa jawaban

Mungkinkah kita ada kesempatan
Ucapkan janji takkan berpisah selamanya




Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan
Song & Lyric : Is

Tak terasa gelap pun jatuh
Diujung malam menuju pagi yang dingin
Hanya ada sedikit bintang malam ini
Mungkin karena kau sedang cantik-cantiknya

Lalu mataku merasa malu
Semakin dalam ia malu kali ini
Kadang juga ia takut
Tatkala harus berpapasan ditengah pelariannya

Di malam hari
Menuju pagi
Sedikit cemas
Banyak rindunya




Malam
Lyric : Amalia Puri
Song : Is

Terang masih saja milik malam
Bahkan malam yang terlalu terang
Sanggup menjadi terik

Dan matahari masih sedih
Bersandar dibelakang
Mungkin ia belum lelah menanti
Kedatangan cinta

Atau ia sudah bosan
Menanti kedatangan apapun
Atau teriknya
Sudah tidak membangunkan kita lagi
Bukankah kita sudah berjanji semua selesai
Ketika ada kita



Tidurlah
Song : Is
Lyric : Amalia Puri

Akhirnya malam tiba juga
Malam yang kunantikan sejak awal
Malam yang menjawab akhir kita
Inikah akhir yang kita ciptakan

Dan pagi takkan terisi lagi
Lonceng bertingkah sebagaimana mestinya
Membangunkan orang tanpa membagi
Sedikit asmara untuk memulai hari

Tidurlah
Malam terlalu malam
Tidurlah
Pagi terlalu pagi



Kita adalah Sisa-Sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan
Song & Lyric : Is

Kita tak semestinya berpijak diantara
Ragu yang tak berbatas
Seperti berdiri ditengah kehampaan
Mencoba untuk membuat pertemuan cinta

Ketika surya tenggelam
Bersama kisah yang tak terungkapkan
Mungkin bukan waktunya
Berbagi pada nestapa
Atau mungkin kita yang tidak kunjung siap

Kita pernah mencoba berjuang
Berjuang terlepas dari kehampaan ini
Meski hanyalah dua cinta
Yang tak tahu entah akan dibawa kemana

Kita adalah sisa-sisa keikhlasan
Yang tak diikhlaskan
Bertiup tak berarah
Berarah ke ketiadaan
Akankah bisa bertemu
Kelak didalam perjumpaan abadi



Kucari Kamu
Song & Lyric : Is

Kucari kamu dalam setiap malam
Dalam bayang masa suram
Kucari kamu dalam setiap langkah
Dalam ragu yang membisu
Kucari kamu dalam setiap ruang
Seperti aku yang menunggu kabar dari angin malam

Aku cari kamu
Disetiap malam yang panjang
Aku cari kamu
Kutemui kau tiada

Aku cari kamu
Di setiap bayang kau tersenyum
Aku cari kamu
Kutemui kau berubah

Kucari kamu dalam setiap jejak
Seperti aku yang menunggu kabar dari matahari

Sabtu, 19 Mei 2012

Solo (re:sendiri)

Akhir pekan ini, kembali aku mencoba untuk berjalan sendiri. Napak tilas, bukan. Hanya mengulang. Pekan lalu pun begitu. Beda ruang, beda waktu. Namun satu memori, satu tujuan. Tak ada salahnya aku coba awalnya. Dihimpit kebosanan, aku memilih keluar dari ruang yang melindungi ku selama ini. Kamar. Sekuat tenaga aku tinggalkan ruangan itu. Karena sunggu aku selalu menikmati setiap detik didalamnya. Tempat favorit ku. Terik berganti sejuk. Waktu yang tepat untuk melepas penat. Tidak biasanya kawan sejawat tidak ada ditempat berbagi seperti biasanya. Tak apalah, mungkin mereka sedang sama sepertiku, ingin berjalan sendiri. Sempat bingung diawal, tujuan mana yang ingin ku jelajahi secara solo kali ini. Pusat belanja. Lengkap didalamnya, toko buku, tempat kopi, bahkan tempat memutar film pun ada. Bagus, aku tak perlu nomaden hari ini. Ketiganya tak sabar ingin ku jajal satu persatu. Selesai. Tak berkesan apa-apa. Ya terasa..... isi dompet terkuras. Ikhlaskan. Kemudian pekan ini, entah mengapa hal sama ingin ku ulang lagi, namun lebih memomentum. Aku dibayangi bayang kelabu. Bukan karena aku berkaos abu-abu. Apalagi kaos kaki abu-abu. Itu memamng favorit ku. Semua yang abu-abu. Sampai hari ini, sepertinya langit pun mengabu. Dia? Hampir berwarna, putih. Tapi agak pucat. Adakah putih pucat? Ada, buktinya dia. Kusambung minggu ini tentang si putih pucat itu. Kuperhatikan gerak-gerik nya sepekan ini absurd. Kenapa? Seperti kata si 'felma', "hidup tidak butuh untuk dipertanyakan, cukup dijalankan." Baiklah, si putih pucat tidak akan lagi aku pertanyakan, memulai untuk aku jalankan saja. Berarti tidak ada lagi kata "kenapa"?. Tapi hasrat ingin tahu selalu berkurva tak terhingga. Ah, sialan. Tetap kulanjutkan perjalanan sendiri ini. Sampai akhirnya suatu kepuasan hadir. Apa yang aku dapat hari ini, ketenangan. Cukup sederhana. Cukup tenang mengetahui kabar si putih pucat itu, cukup tenang dengan perjalanan hari ini. Cukup lah hidup untuk hari ini. Si putih pucat masih tujuan ku.

Senin, 14 Mei 2012

Ayahku

Dia sosok yang di segani dirumah, sosok yg menjadi panutan, sosok yang mengayomi keluarganya. Ya, dia.Sejujurnya, aku tidak terlalu dekat dengan dua diantara orang tua ku tsb,m tapi entah mengapa tadi pagi mengglegarkan pintu batinku. Ayah mengirim pesan sebelum berangkat kerja. Ternyata dia sedang mendapat tugas ke Bali, seperti biasa aku tidak tahu menahu kepergiannya. Buruk bukan? Pesan nya singkat, namun tersirat dia memperhatikan aku juga adik-adik. Sebetulnya tidak heran jika dirumah kami berdua jarang berbincang atau bahkan bertemu jika benar-benar hari sibuk. Ayah berangkat kerja, aku masih tidur. Ayah pulang, masuk kamar, aku pun dikamar saja. Begitu seterusnya. Tambah buruk kan? Lalu sempat hari minggu kemarin ayah ada dirumah sebentar melihat kau hanya makan mie instan. Dengan muka cuek dia tanya, "kok makan mie?" Seketika makan ku terhenti, ayah menyempatkan perhatian sedikit untuk ku tentang makan? benarkah? Entah kapan terakhir kita duduk di ruang makan bersama untuk makan. Perhatian ayah terasa betul saat masa-masa perkuliahan. Dia menasehati panjang lebar tentang karir, rencana hidup, dan lain sebagainya. Sampai dia rela bolos kerja untuk mengantar ku untuk tes waktu itu. Ayah terlihat memang mengandalkan ku sekali dalam hal ini. Dia ingin sekali yang terbaik untuk ku. Selepas itu, waktu kami terkurung didalam kamar masing-masing. Secanggih apapun gadjet yang kita punya, komunikasi seperlunya. Seatap pun rumah kita, jarang berjumpa. Ayah benar-benar sosok yang bertanggung jawab kepada keluarganya. Dia rela kehilangan waktu bersama kami demi untuk mencari nafkah. Ayah tidak salah, hanya ayah harus bersabar untuk dikemudian hari kelak, apa yang ayah korban kan yaitu waktu nanti akan terbalas. Dengan melihat anak-anak nya sukses, beliau dan mama sehat, itu pasti cukup untuk nya. Terimakasih ayah. 

Kamis, 10 Mei 2012

:D

Life is full of overwhelming circumstances, but each circumstance contains wisdom that you can obtain only through experience. And as for suicide, I know how you feel. I’ve been there many times. The thing is, you should never kill yourself over someone who treats you badly. Life will turn around. Without pain, you couldn’t get stronger. Without strength, you couldn’t pick yourself up and continue on with a smile on your face. I have confidence in you. Please don’t give up.

Rabu, 09 Mei 2012

Kapan

Ketika terlalu banyak waktu habis terbuang akan hal yang sebenarnya sia-sia. Tetapi hati terus meraung untuk terus melakukan itu, tidak ingin pindah atau berubah. Akan suatu hal yang diyakini akan lebih baik, keadaan berbalik lagi seperti yang diharapkan, namun tak kunjung terjadi. Lalu apa lagi? Sepanjang hari terlalu banyak jutaan hal kecil dilewatkan karena hal itu. Dari mata terbuka sampai terpejam belum juga sadar. Harus berapa kali teguran dan tamparan didapatkan? Benar, gila. Mati-matian memikirkan, susah payah mengkhawatirkan, tetap saja yang dirasa hanya kecewa. Belum, memang belum lelah. Tapi enggan untuk sudah. Namun jika dibiarkan, ini makin gila. Tumpuk demi tumpukan kecewa dan kesedihan dibingkai rapih sampai usam. Masih sabar menanti bingkai baru yang sudah ku persiapkan. Kali saja nanti ada secuil harapan kemudian benih bahagia didalam bingkai itu ku rangkai. Kapan?

Iman Usman

I should know better when enough is enough. Sometimes I have to give up the fight and walk away. I need to move to something more productive

But if you want it so bad, you will try to goo beyond your limit. You will push your self to the end of the battle. Will I?

When you were child, people told u to dream as high as sky. But now, even footprints already left on the moon. Even the limit changes.

You know the limit is not limited. But, at then end you are the one who knows whether u have to push yourself beyond your limit or not.

Living in others’ expectations just make you frustrated. Because you (will) know, that you are not going to win in every single time.

There is a moment when you’re proud and happy with what u get. You get the expected. But it’s not going to happen everytime.

Therefore, being the unexpected, then getting the unexpected gives more satisfaction. But once you win, you’re no longer a darkhorse.

But then, it’s your option, whether you want to stay win as the snake’s head, or move to be a dragon’s tail.

You know that being a dragon’s tail will not make u come to the spotlight. But that’s the process u need to make u become a dragon’s head.

Even, when you become the dragon’s head, you still have to compete with the other dragons. The process is keep going on. No limit rite?

Even, when u get the highest one, u still have to maintain it. How far, how long you can do that? Living in others’ expectation forever?

Argh.. this is life, this is real. It’s not a fairy tale. The ideals are only in your head. So, just face it like a winner does.

The society constructs what is good and what is bad. Living in theirs will never get you to the end. What can u do then?

Just change how they shape the construction. Make them follow yours. Or just be happy with what u choose, leave what they think/ and say.

Selasa, 08 Mei 2012

Atas Nama Jiwa

Setiap jiwa pasti hidup. Hidup yang benar-benar hidup, ada juga yang hidup dalam kematian hidup. Jiwa yang benar hidup tentu penuh isinya, sebaliknya jiwa yang hidup dalam kematian hidup itu kosong. Mungkin aku adalah yang kedua tersebut. Hidup dalam kematian yang yang hidup. Kematian didalam kehidupan mungkin sederhananya. Ketika seharusnya kehidupan mu layaknya orang hidup, namun terasa kematian yang kamu rasakan. Ya, itu jiwa. Ketika atas nama jiwa yang lebih dominan adalah sendu, itu hidup. Ketika jiwa ditaburi kebahagiaan, itu lebih hidup. Namun ketika hidup benar-benar kamu tidak merasakan satu apapun, jiwa mu mati. Hidup, namun ada kematian didalamnya. 

Ketika tujuan hanya kebahagiaan, jiwa berontak. Kesedihan iri, dia juga ingin dirasakan. Baiklah...jiwa pun akhirnya bertujuan untuk sedih pula. Namun, ketika kesedihan memenuhi seluruh ruang jiwa, kemana tujuan yang satu lagi itu? Kebahagiaan, iya itu tujuan pertama. Mengapa mudah sekali menerima 'hal' baru kemudian lebih 'dominan' dan lebih ironis lagi melupakan yang 'pertama'? Coba, jangan salahkan jiwa. Atas nama jiwa, kamu hidup. Atas nama jiwa kamu mempunyai tujuan hidup. Bisakah lebih irasional akan jiwa? Ya, jiwa punya kekurangan. Ia rapuh, mudah untuk dihancurkan. Jagalah. 

Write


I choose to write because it’s perfect for me. It’s an escape, a place I can go to hide. It’s a friend, when I feel out casted from everyone else. It’s a journal, when the only story I can tell is my own. It’s a book, when I need to be somewhere else. It’s control, when I feel so out of control. It’s healing, when everything seems pretty messed up. And it’s fun, when life is just flat-out boring. And also I've my favorite writers, they can inspiring me just by them write. It's very complete to me.

Senin, 07 Mei 2012

Jalan

Jalan yang lurus, ada
Tapi pasti berujung
Jalan meliku, rumit
Terlalu banyak sandungan
Adakah jalan melingkar?

Setidaknya lingkaran tidak pernah putus
Lingkaran tidak bersiku
Hanya sedikit rotasi
Hanya sedikit pusing
Ketimbang sakit

Sakit karena jalan tak kunjung berujung
Sakit karena terlalu banyak liku
Cukup menikmati putaran demi putaran
Tak perlu akhir, tak perlu sakit
Adakah?

Minggu, 06 Mei 2012

Ketinggian

Sejak saat itu aku takut ketinggian 
Ketinggian itu menakutkan 
Terbang juga begitu
Bisa saja suatu saat pesawat jatuh bukan? 
Burung, semua yang terbang

Karena itu aku takut
Atau aku pengecut?
Aku tak berani untuk merasakan jatuh
Bukan, aku hanya ingin yang aman-aman saja
Daratan, menginjak bumi, diam
Menunggu yang terbang kembali ke bumi 

Selasa, 01 Mei 2012

Maddess

Sorry if I must post like this, it's contradiction with my older post. But I can't lie for this situation I really felt a human, a daughter, a friend who most the loser almost. Factually, this is not real me, I know, I can handle same situation like this before, but with a best friend beside me. But now? No one, I'm standing and looking for by myself, only me. So what must I do? Can anyone tell me specification the maddess up?